Monday, May 23, 2016

Kekuatan Bubuk Kentut

Oleh: Elisabet Tata



Judul Buku : Doctor’s Proctors Fart Powder
Judul Asli: Doktor Proktors Prompepulver 
Penulis : Jo Nesbo
Ilustrator : Mike Lowery
Penerbit : Alladin - Divisi Anak Penerbit Simon & Schuster, 2010
Penerjemah : Tiara Chaez dari bahasa Norwegia
Tebal Buku : 265 halaman





Bagi kami sekeluarga, pameran buku Big Bad Wolf di Serpong menjadi kebahagiaan tersendiri. Betapa tidak, lokasinya dekat dan mudah dijangkau dari rumah. Kemudahan itu membuat kami bisa menentukan kapan waktu yang tepat untuk berkunjung. Dua kali saya ke sana dan tidak menemui kendala yang berarti (baca: antrian panjang atau berdesakan).

Satu-satunya kendala adalah keterbatasan dana. Kok yaaa...pameran buku itu pas dengan rusaknya beberapa benda yang mendukung rumah tangga. Jadi, demi keberlangsungan kehidupan domestik, kami hanya membeli buku “secukupnya” saja. Keranjang penuh saat wira-wiri di antara tumpukan buku, dan tinggal separuhnya saat mendekati kasir.

Bisa ditebak, kebanyakan buku yang terbeli kemudian adalah buku anak. Orang tua terpaksa mengalah. Kami beruntung bisa mengoleksi dua karya Jo Nesbo (56th), penulis novel kriminal paling digemari di Norwegia yang kini merambah dunia anak.

Lisa, Nilly, dan Doktor Prokton
Salah satu karya Nesbo itu berjudul Doctor’s Proctors Fart Powder. Ini karya pertama Nesbo untuk anak-anak yang diterbitkan pada 2007 dan kemudian jadi serial. Tokohnya ada tiga, seorang anak laki-laki bernama Nilly, seorang anak perempuan bernama Lisa, dan Doktor Proctor. Nilly dan Lisa berumur 10 tahun. Lokasi cerita di Oslo yang disebut sebagai sebuah ibukota yang sangat kecil dari sebuah negara yang sangat kecil yaitu Norwegia.

Cerita bermula di Cannon Avenue, Oslo. Saat itu bulan Mei, tujuhbelas hari menjelang Hari Kemerdekaan Norwegia. Nilly yang baru saja pindah dan menempati rumah yang sebelumnya dihuni Anna, sahabat Lisa. Keramahan Nilly membuat Lisa tak kesepian lagi. Tak hanya itu, kepiawaian Nilly memainkan terompet memperkenalkannya pada Doktor Proctor.

Doktor Proctor seorang ilmuwan. Ia sering melakukan beragam eksperimen untuk menemukan sesuatu hal yang ia harap menjadi kebaikan bagi banyak orang. Sayang, eksperimen itu seringkali gagal.

Bubuk Kentut adalah salah satu temuan Doctor Proctor. Itu adalah temuan yang tidak disengaja. Alih-alih menemukan obat untuk mengatasi demam ia malah menemukan bubuk yang membuat seseorang buang angin tapi tak berbau sama sekali. Temuan lainnya adalah bubuk fosfor yang bisa membuat seseorang memancarkan cahaya hijau.

Ada dua macam bubuk kentut Doctor Proctor, satu adalah bubuk kentut yang menyebabkan seseorang kentut dengan kekuatan yang biasa saja. Yang lain adalah bubuk kentut dengan kekuatan luar biasa hingga mampu membuatmu melesat tinggi hingga keluar angkasa. Ia dinamakan Doctor’s Proctor Fartonout Powder.


Fartonout Powder membuat Nilly melesat keluar angkasa
Nilly, Lisa, dan Doctor Proctor berniat menjual bubuk kentut dengan kekuatan biasa saja ke anak-anak. Mereka yakin anak-anak menyukainya. Ya, siapa tak tertawa mendengar bunyi kentut, terlebih kentut tak bau – pasti akan menyenangkan.

Orang-orang menyukai suara ledakan - saat perayaan hari istimewa bunyi ledakan petasan terdengar dimana-mana. Saat itu adalah beberapa hari menjelang Hari Kemerdekaan Norwegia, bukankah itu saat yang tepat untuk menjual bubuk kentut? Alih-alih membunyikan petasan, orang-orang akan kentut beramai-ramai. Begitu pemikiran Nilly, Lisa, dan Doctor Proctor. Mereka semangat. Masing-masing punya harapan untuk apa uang yang diperoleh nanti.

Papan iklan bubuk kentut
Fartonout Powder tidak dijual bebas, tapi akan dijual ke NASA. Jika punya bubuk kentut itu, NASA tak perlu repot menghabiskan biaya untuk membuat roket. Seorang astronot cukup menelan satu sendok makan bubuk kentut dan ia akan melesat keluar angkasa.

Bubuk kentut ternyata laku keras pada penjualan pertama. Anak-anak menyukainya. Antrian panjang mengular di halaman rumah Doktor Procton. Mereka senang merasakan sensasi kentut dengan berbagai gaya dan bunyi.


Sayang rencana berikutnya tak sesuai harapan. Bubuk kentut dicuri dan Doktor Procton dilaporkan ke Polisi karena dianggap melakukan eksperimen yang membahayakan anak-anak. Nilly mengajukan diri untuk ditangkap dengan alasan ia yang membuat anak-anak menelan bubuk kentut demi menemani Doktor Procton. Mereka berdua di penjara bawah tanah.

Lisa tak masuk penjara, tapi bukan berarti ia diam saja. Lisa menyusun strategi untuk membalas si pencuri. Sementara itu Nilly yang cerdik mencari akal untuk kabur dari penjara.

Petualangan Lisa dan Nilly seru dan menegangkan. Jo Nesbo memang piawai merangkai cerita. Semua tokoh dan semua kejadian yang semula terlihat bagai potongan-potongan puzzle di awal cerita perlahan-lahan menyatu.

Sistem saluran pembuangan air atau dunia bawah tanah kota Oslo yang sejak awal digambarkan ganjil karena dihuni oleh ratus norvegicus (tikus Norwegia) dan seekor ular anakonda ternyata bukan sekedar bumbu cerita. Mereka menguatkan petualangan saat Nilly kabur dari penjara.


Nilly bertemu anakonda
Cerita diakhiri dengan tertangkapnya si pencuri bubuk kentut. Polisi akhirnya mendapat pemahaman tentang siapa sebenarnya yang salah. Pemerintah tidak lagi melihat bubuk kentut sebagai barang yang berbahaya. Mereka bahkan menggunakannya untuk memeriahkan perayaan Hari Kemerdekaan Norwegia sebagai pengganti hilangnya satu kotak bubuk mesiu yang diimpor dari China.

Untuk pertama kalinya, meriam-meriam tidak berbunyi saat perayaan Hari Kemerdekaan Norwegia. Sebagai gantinya tujuh orang penjaga Benteng Akershus, sebuah benteng yang dibangun pada abad 13 untuk melindungi Norwegia, berderet menungging. Bayangkan apa yang terjadi saat mereka menelan satu sendok bubuk kentut. Seru!

Tentang Penulis

    
Joe Nesbo
Saya baru pertama kali baca karya Jo Nesbo (56 tahun). Menemukan buku ini karena tertarik dengan tema kentut yang dipilih. Saat membaca ringkasannya pun tampaknya ini buku asyik dan seru. Pada baju buku bagian belakang – buku ini tercetak hard cover – tertulis Jo Nesbo is the most successful Norwegian author of all time. Karya-karyanya sudah diterjemahkan dalam 25 bahasa.

Nesbo lahir dari keluarga penggemar buku. Ibunya seorang pustakawan dan ayahnya rajin membacakan banyak buku untuk Nesbo. Sehingga masa kecil Nesbo dipenuhi beragam cerita.

Sebelum menjadi penulis novel kriminal, Nesbo pernah menjadi pemain sepakbola, pemusik, dan pialang saham. Tahun 1997 novel Nesbo pertama berjudul The Bat mendapat penghargaan Riverton Prize untuk novel kriminal terbaik Norwegia. Momen itu menyadarkan Nesbo. Karya-karyanya terus lahir sejak itu dan penghargaan-penghargaan berdatangan menguatkan keberadaannya sebagai penulis handal.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Nesbo dan karya-karyanya, sila klik situs resminya di sini. 

Serial Doctor Procton's Fart Powder

Sejak diterbitkan pertama kali di Norwegia hingga kini seri Doktor Procton sudah ada empat judul dan semuanya sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris yakni: Doctor’s Procton Fart Powder(2007), Doctor’s Procton Fart Powder: Bubble in the Bathub (2008), Doctor’s Procton Fart Powder: Who Cut the Cheese (2010), Doctor’s Procton Fart Powder: The Great Gold Robbery (2012).

Doctor’s Procton Fart Powder diangkat ke layar lebar sebagai film komedi pada 2014. Jika mau lihat cuplikannya bisa mengaksesnya di kanal Youtube di sini. Tapi menurut saya, lebih seru membaca bukunya ketimbang nonton filmnya.*

  















Tuesday, July 28, 2015

People of The Book karya Geraldine Brooks

*catatan: tulisan ini dibuat untuk merayakan  Ulang Tahun ke-3 Kabeka


Tahun 2015 ini, Kabeka menginjak usia tiga tahun. Di hari lahirnya tanggal 20 Mei kemarin, sayangnya Kabeka tidak sempat mengadakan temu darat: berkumpul di salah satu rumah anggota, saling berbagi cerita kegiatan dan hobi, berbagi isi buku yang tengah dibaca, dan tentu saja berbagi makanan murah sehat dan lokal.

Kesibukan masing-masing anggota adalah  yang paling mudah dijadikan alasan (terutama oleh saya, saya akui). Namun,  saya yakin bahwa masing-masing anggota –tentunya- pasti sadar sendiri-sendiri untuk tetap membaca buku yang digemarinya.

Secara pribadi, saya ingin berbagi cerita. Saya seperti biasa tak akan meresensi, tetapi hanya sekedar “curhat”  tentang apa yang saya dapatkan dari buku yang direkomendasikan Elisabeth Tata. Buku yang pernah diusulkannya untuk menjadi diskusi buku jika saja Kabeka siap (waktu dan tenaga) untuk bertemu darat. Sayangnya tak kesampaian.

People of The Book

Novel karya Geraldine Brooks ini, menurut saya, sungguh sebuah buku yang penting untuk dibaca oleh tiap bangsa Indonesia di saat Indonesia sedang banyak mengalami ujian keberagaman dan persatuan kebangsaan.

People of The Book edisi Bahasa Indonesia diterbitkan Gramedia pada 2015
Menurut pandangan saya,  sekalipun ada seorang tokoh utama yang berperan yaitu DR. Hanna Heath, namun  novel yang mendapat inspirasi dari kisah nyata ini dan berlatar tempat di Eropa dan sekitarnya,  berpusat pada  sebuah buku yang sangat istimewa, yang menurut saya justru ia-lah yang menjadi tokoh sentralnya.  

Buku doa kuno agama Yahudi (haggadah)  yang dikenal sebagai haggadah Sarajevo itu banyak menimbulkan rasa penasaran dan spekulasi baik tentang keasliannya, keanehannya (karena menampilkan ilustrasi sebagaimana buku-buku doa kaum Kristen, sementara sebagaimana kita ketahui penggambaran dan ilustrasi adalah tabu dan “haram” menurut aturan agama Yahudi), maupun perjalanan “hidup”nya yang berpindah-pindah tangan (kepemilikan) dalam rentang  sekitar lima ratus tahun-- sebelum pada akhirnya ditemukan kembali dan dikembalikan pada negara yang paling berhak mewarisinya). 

Dalam salah satu bagian dalam novel tersebut, diungkapkan haggadah ini telah mengalami kisah pahit dan getir dan ia telah menceritakan kisahnya sendiri.

Penciptaan tokoh-tokoh lain dengan  karakter-karakter dengan kuat sangat membantu memberikan pemahaman betapa situasi politik dan sosial dari abad ke abad terus –menerus mengalami gejolak dan menguatkan kesan pertarungan antara yang baik dan yang jahat. Meskipun mana si baik dan mana si jahat, bisa menjadi perdebatan, tergantung di sisi mana pembaca berdiri.  

Di antara sekian banyak tokoh yang antagonis (anggota partai Nazi yang kejam, pendeta, rabi,dan ulama yang munafik,) ada kemunculan satu-dua tokoh protagonis yang sangat menyejukkan dan memberi rasa optimis bahwa dalam tiap masa selalu ada orang-orang di sekeliling kita yang tulus dan berjiwa penolong tanpa pamrih. Brooks dengan sangat teliti mampu mengungkapkan dinamika psikologis dari tiap tokohnya. 

Geraldine Brooks
Tokoh antagonis di tangan Brooks bisa muncul sebagai tokoh yang manusiawi dan seolah boleh mendapat “pemakluman” dari sifat-sifat jahatnya dan/atau sikap-sikap kejamnya. Meskipun tetap tak bisa dimaafkan untuk kasus-kasus tertentu, seperti pada bagian tindakan-tindakan kejam yang melampaui kemanusiaan (penyikasaan fisik yang sadis). 

Pengungkapan fakta psikologis tokoh antagonis dilakukan penulis, menurut pandangan saya akan cukup membantu pembaca, agar bisa mengambil pelajaran  bahwa masalah kepribadaian dan tindakan seseorang harus bisa dipahami secara multidimensional. Ini membantu pembaca untuk memahami bahwa tiap manusia memiliki latar belakang dan alasan yang sangat kompleks sehingga ia kemudian tumbuh menjadi pribadi yang kejam, culas,  adiktif, atau oportunis.

Melalui penggambaran karakter (antagonis atau protagonis)  melalui peran-peran yang disandangkan pada tokoh-tokoh novelnya,  Brooks memberikan kesadaran bahwa sesungguhnya tak semua manusia jahat adalah seratus persen jahat karena berniat jahat. Ada banyak faktor yang membentuk seseorang menjadi demikian. Penting untuk kita renungkan bersama-sama, agar kita bisa berhati-hati untuk tidak mudah mengklaim diri paling baik dan benar, serta menunjuk pihak lain sebagai yang selalu salah dan buruk.

BrooksPeopleoftheBook.jpg
People of The Book Edisi 1
Kekayaaan latar belakang agama, budaya, dan masa lalu dari  tokoh-tokoh dalam kisah  People of The Book menjadikan novel ini sangat menarik dari segi keberagaman sekaligus persamaan. Tidak ada yang berada di satu wilayah yang secara tegas terpisah atau  benar-benar tidak tersentuh oleh wilayah lain. Selalu ada interseksi, ada wilayah arsiran yang mempertemukan dua atau lebih pihak dalam persamaan.

Manusia adalah satu ciptaan dari Yang Maha Satu, Pencipta Alam Semesta ini. Keberagaman adalah sebuah keniscayaan, sebagai sebuah konsekuensi yang alamiah saat Tuhan menetapkan untuk meletakkan tiap-tiap hambaNya pada posisi-posisi, lokasi-lokasi, dan peran-peran, serta tugas-tugas hidup yang berbeda-beda. 

Dalam pemahaman saya, tak ada yang lebih penting perannya di atas yang lain, semua berperan untuk menjadikan kehidupan di bumi ini berjalan dengan baik dan dalam harmoni. 

Keberbedaan itulah yang menyatukan. 

Perlu ada kesadaran pada tiap orang supaya  saling membantu dalam kebaikan sehingga kehidupan menjadi lebih ringan untuk dijalani bersama-sama. Pesawat terbang tidak hanya terdiri dari  sayap dan roda, ada sekrup-sekrup kecil dan tombol-tombol di ruang kokpit, serta entah berapa juta “hal” yang berbeda-beda lagi yang  menyatu bekerja sama agar pesawat dapat dikatakan berfungsi dengan baik dan layak terbang.

Harapan saya semoga demikian pula dengan Indonesia. Berbeda adalah sebuah rahmat. Demikian pula di komunitas kecil kita ini, Kabeka, tiap anggota berbeda dari banyak segi, namun ikatan kita tetap terasa semoga. 

Saya rasa kita sudah menyatu di  satu interseksi yang nyaman. Buktinya, selalu ada kerinduan untuk berkumpul dan berbicara santai tentang buku sambil mencicipi kudapan lokal yang sederhana. 

Selamat Ulang Tahun Kabeka. Selamat Hari Kebangkitan Nasional 2015. Selamat atas kebhinnekaan Indonesia.

Akhirul kata, saya sangat sarankan untuk membaca novel luar biasa karya Geraldine Brooks ini. 

“Nyemplung” ke dalam situasi tegang dan penuh petualangan dari awal hingga akhir. Beliau adalah pemenang Pulitzer, jadi bisa dibayangkan betapa “berbobot” novelnya. Bahkan di bagian sampul belakang buku pun, tertulis :  melampaui batas fiksi sejarah. 

(Lisa Soeranto untuk Tiga Tahun Kabeka, untuk Indonesia Raya).




Monday, September 29, 2014

Pertemuan KBK #31 Agustus 2014: Berkunjung ke rumah Nuris, sang pengantin baru

Pertemuan KBK (Klub Buku Kita/Kabeka) kali ini bertempat di rumah Nuris, pengantin baru di Cinere, Bogor. Nuris baru saja melangsungkan pernikahannya pada Minggu, 3 Agustus lalu di Mojokerto, Jawa Timur. Banyak kawan Kabeka tidak bisa hadir saat. Itu. Pertemuan Kabeka kali ini, selain memang sudah lama saling tidak bertemu, khusus untuk mengunjungi dan mengucapkan selamat berbahagia pada Nuris dan isterinya, Rizkha yang sekarang sah sebagai suami-isteri. Selamat ya!

Nah, laporan pertemuan kali ini dibuat oleh tuan rumah, Nuris sendiri. Yuk, kita simak :)

Kabeka, untuk kesekian kalinya berkumpul lagi di Cinere, tapi kali ini tidak di rumahnya Bu Lisa. Kabeka kali ini berkumpul di rumah saya, Nuris, anggota kabeka juga. Kali ini saya akan bertindak sebagai penulisnya. (Mudah-mudahan lancar dan jelas).

Pertemuan Kabeka kali ini, 31-08-2014 terasa spesial karena dilaksanakan setelah hampir tiga bulan tidak berkumpul bersama membaca buku dan makan cemilan khas masing-masing anggotanya alias potluck. Pertemuan ini juga bertepatan dengan momen halal bi halal pasca lebaran idul fitri bagi anggota kabeka yang merayakannya.

Suasana pertemuan Kabeka
Pertemuan kabeka bulan ini sekalian memperkenalkan anggota baru secara tak langsung. Karena anggota ini otomatis jadi anggota kabeka mengikuti suaminya.

Untuk menu potluck kali ini lebih banyak didominasi oleh buah-buahan, antara lain, manggis, jeruk, dan apel. Jarang sekali pada pertemuan kabeka tersedia banyak buah-buahan. Untuk jajanan ada lemper dan ote-ote (jajanan khas jawa timur kalau di Jakarta lebih familiar dengan nama bakwan). Tak lupa ada permen davos, yang entah kenapa sudah menjadi permen favorit hampir keseluruhan anggota kabeka, istimewa sekali bukan.


Buku dan Camilan
Sekarang kita bahas baca-baca bukunya, karena sebenarnya inilah inti dari setiap pertemuan kabeka, klub baca buku, tidak aneh, kan? Ada Sembilan orang yang hadir pada pertemuan kali ini, orang dan bukunya, antara lain:

1.    Nuris, hampir sebulan tak ada buku yang dibaca sama sekali, sekalinya ke toko buku, ketemu dengan komik “One Piece vol.72”. Nuris langsung membelinya karena komik ini muncul per tiga bulan sekali. Sebagai pasangan pengantin baru, Nuris tak bisa sembarangan membeli komik lagi kali ini. Apalagi istrinya tidak terlalu suka membaca komik. Kembali ke komik “One Piece”, komik bikinan komikus Asli jepang. Bercerita tentang bajak laut yang sarat dengan petualangan seru. Kisah persahabatan dan humor jenaka selalu menghiasi tiap bab yang disuguhkan oleh pengarangnya. Tak jarang banyak ditemukan kata mutiara yang sangat memotivasi pembacanya. (apalagi kalau penggemar komik pasti paham).

2.    Rizkha, angota baru otomatis. Istrinya Nuris, katanya jarang baca buku. Tapi dalam waktu senggangnya Rizkha menyempatkan diri membaca buku “Chicken Soup for The Soul”, banyak cerita istimewa yang penuh motivasi dalam tiap cerita yang ada dalam buku ini. Untuk buku semacam ini, akan lebih menjiwai kalau membaca bukunya secara langsung. Karena isi yang diceritakan dalam buku semacam ini (menurut saya –nuris-), adalah cerita tentang pengalaman seseorang dalam bentuk buku. Jadi kalau penceritanya kurang bisa mendramatisir, akan sedikit hambar.


Nuris - Rizkha

3.    Zakariya Efendi biasa dipanggil Zaki, anggota baru, temannya Nuris. Zaki seorang pendongeng dari kampong dongeng Ciputat angkatan pertama. Baru pertama kali ikut kabeka, meski sudah banyak tahu ceritanya dari Nuris. Buku yang disukai oleh Zaki adalah buku motivasi dengan gaya bahasa yang santai dan luwes. Menurut Zaki buku dengan gaya bahasa yg mudah dimengerti, akan memudahkan pembacanya untuk mencerna isi dari buku itu. Masih menurut Zaki lagi, “munculnya selera dalam membaca buku bisa muncul apabila kita sudah merasa nyaman dengan gaya bahasa dalam penulisan buku tersebut”.

4.    Fahmi, datang bersama istri dan anaknya yang otomatis menjadi anggota kabeka juga. Prolog dulu, Fahmi merasa surprise karena bertemu pendongeng kampong dongeng angkatan pertama. Karena saat ini, Fahmi tercatat sebagai alumni kampong dongeng angkatan ke-10. Jadilah ia bercerita panjang lebar dan berbagi tentang pengalaman mendongeng sebelum acara sharing baca buku dimulai. Sungguh keajaiban apabila kita berkumpul dalam suatu forum, akan ada hal menyenangkan yang tanpa kita sangka-sangka datangnya. Kembali lagi ke buku yang akan dibahas oleh Fahmi. 

Bicara tentang Fahmi, tak lengkap rasanya kalau tidak bahas tentang karya Pramoediya A.N., setelah membaca hampir semua karya Pramoedya, Fahmi mencoba memahami latar belakang penulis favoritnya ini dengan cara membaca transkrip pembicaraan Pramoedya dengan orang Belanda dalam sebuah wawancara yang bisa dijumpai dalam situs youtube.com. Isinya tentang suka duka Pramoedya dalam menulis buku yang dianggap melawan pemerintah (pada jaman orde baru). Dalam pembahasan buku Fahmi, Furqon coba bertanya. “Kenapa buku-buku karya Pramoediya banyak dibredel oleh pemerintah pada saat itu?” Bu Lisa mencoba menjawab, “karena pada saat itu, buku-buku karangan Pramoediya dianggap bahaya laten (harus selesai)”. Masih menurut Bu Lisa lagi, “setiap orang menulis sesuai dengan latar belakang kehidupannya. Eksotisme dari cerita gelap, menarik untuk diikuti.”

Satu lagi keajaiban dalam kabeka kali ini adalah pernyataan Fahmi yg ini. “saya pertama kali mendapatkan motivasi dalam membaca buku semenjak gabung dalam klub buku ini”. Sungguh pernyataan yang mengejutkan dari seorang anggota klub buku kita. Oh iya, dua anggota yang saya sebutkan tadi (istri dan anaknya Fahmi), kali ini belum ada buku yang akan dibagikan pengalaman membacanya. Semoga lain kali, patut kita tunggu ceritanya.

Zakaria - Fahi
5.    Furqon, anggota kabeka paling nyentrik, paling mujur diantara semua anggota kabeka, penjelasannya nanti dulu. Kita runut dari awal dia datang. Begini, pertama Furqon mengabarkan kalau bakal datang telat. Sampai di jalan masuk lokasi pertemuan kabeka, Furqon bingung bagaimana menuju lokasi. Akhirnya Furqon memutuskan datang ke lokasi dengan menggunakan moda transportasi darat kuno, becak, ya becak. Bisa dibayangkan serunya naik becak sambil menyanyikan lagu becak. “dunia serasa melambat sepersekian detik, saat kita naik becak”, begitulah cerita pengalaman dari Furqon.

Kembali ke pembahasan buku, Furqon lagi menggandrungi buku-buku trilogy luar negeri, salah satunya buku berjudul “Invergent”, lanjutan dari buku pertamanya yang berjudul “Divergent”. Kalau tidak salah buku ini menceritakan sekelompok masyarakat yang dibagi menjadi beberapa faksi, dengan harapan masyarakat ini bakal teratur dan tenteram. Tapi sebagai mana cerita seperti ini, pasti ada pemberontak yang berusaha menghilangkan faksi-faksi ini karena dinilai tidak manusiawi. Kalau kata Bu Lisa (lagi), aliran ini dinamakan aliran Distopia, sebuah aliran dengan pencarian harapan yang setinggi langit. Kebalikan dari utopia, tambah bingung lagi kan. J

6.    Kak Lis, sudah beberapa bulan ini belum sempat membaca buku. Tapi berita baiknya dia sudah bisa berkeliling lagi dengan motor kesayangannya kemanapun dia pergi. Lain kali kita tunggu ulasannya kalau sudah baca buku ya, Kak?


Lis
7.    Bu Lisa, membawa buku banyak sekali pada saat baru datang, dan semuanya akan dibahas secara singkat dalam pertemuan ini. Semoga penulis tidak lupa. Buku yang pertama, “Takdir”, sebuah buku penelitian tentang riwayat Pangeran Diponegoro. Bercerita juga tentang pentingnya berbaik sangka pada setiap orang. Karena setiap orang punya dinamikanya sendiri. Buku yang kedua, “Tarekat Petani”, sebuah buku analogi (mungkin), menceritakan relasi antar petani, bagaimana hubungan antar petani dalam beragama. Bisa dikatakan ini cerita tentang kehidupan religius seseorang dan dinamika rakyat bawah. Karena waktu sudah mendekati jam dua, Bu Lisa bergegas pulang hingga memberikan ulasan yang sangat singkat. Atau bisa jadi penulis yang kurang memahami maksud yang tersirat dari ulasannya Bu Lisa.

Akhir pertemuan kabeka tak lengkap tanpa door prize dari Bu Lisa. Dari Sembilan anggota yang hadir akan dipilih tiga orang yang beruntung. Hadiah pertama berupa gantungan kunci hasil rajutan Bu Lisa berhasil didapatkan Kak Lis. Dua dari buku yang diberikan sebagai hadiah jatuh kepada peserta baru kali ini. Rizkha baru bergabung dan dapat hadiah sepertinya sudah menjadi tradisi anggota baru. Dan yang sudah menjadi kebiasaan di kabeka ini, setiap ada undian disitu ada nama Furqon sebagai penerima hadiah. Sangat beruntung, hampir disetiap pertemuan ketika ada undian selalu ada nama Furqon, bisa kita sebut Furqon si mujur. Bisa dibayangkan kalau Furqon mengikuti setiap undian yang diikutinya, namanya 99% dijamin muncul. Kalau nasib baik ini bisa dipelajari, kepada Furqon lah kita harus banyak-banyak belajar. Seperti tokoh dalam cerita fiksi yang muncul ke dunia nyata.


Lis dan gantungan kunci rajut karya Lisa

Demikian laporan kabeka kali ini, mohon maaf kalau ada salah kata, ketik, dan komentar. Sampai jumpa di pertemuan kabeka berikutnya.

Monday, September 15, 2014

Foxtrott


Oleh: Elisabet Tata

Judul Buku : Foxtrott
Penulis : Helme Heine
Penerjemah : Veriana Devi
Tebal : 32 halaman
Penerbit : Carl Hanser Verlang, 2003

Buku ini berkisah tentang seekor rubah bernama Foxtrott. Ia lahir dari tempat tersepi di dunia yang digambarkan sebagai sebuah liang berongga-rongga di bawah tanah. Jika bumi diiris akan terlihat penampang rumah Foxtrott. Ada ruang makan, ruang nonton teve, ruang bermain, ruang tidur, pokoknya persis seperti ruang-ruang di rumah kita. Di rumah itu Foxtrott tinggal bersama ayah dan ibunya.



Di rumahnya yang berada jauh di dalam tanah itu, tidak ada satupun bunyi terdengar. Televisi memang menayangkan gambar, tapi tidak ada suara, itu filem bisu. Kedua orang tua Foxtrott juga tidak pernah bercakap-cakap. Mereka berkomunikasi melalui tatapan mata dan senyum saja.

Satu hari, Foxtrott mengintip keluar dari lubang rumahnya. 



Ia heran, ada banyak bunyi di atas sana. Hampir semua binatang ternyata bersuara. Lebah berdengung, kodok mengorek, dan bebek berkotek. Foxtrott bingung dibuatnya. Inilah untuk pertamakalinya ia mendengar beragam bunyi.


Kejadian itu sungguh membekas. Sejak itu Foxtrott tak henti-hentinya membuat bunyi-bunyian. Ia bernyanyi, berteriak, menabuh panci, mengadu tutup panci, dan memukul berbagai barang. Pokoknya, menimbulkan bunyi. Semakin gaduh, semakin hati Foxtrott girang. Ayah dan Ibu Foxtrott hilang akal.



Satu hari, ayah memutuskan untuk berburu ayam di peternakan ayam manusia. Malam-malam satu keluarga keluar rumah. Foxtrott ikut dengan mulut terikat – berjaga agar dia tidak menimbulkan suara. Ini perburuan penting, semua bekerja tanpa suara, berjalan pun mengendap.

Sial, mereka ketahuan. Penjaga menangkap basah keluarga Foxtrott. Ia siap membidikkan senapannya hendak membunuh ketiganya. Foxtrott kecil berhasil melarikan diri, ia melepaskan ikatan mulutnya dan bernyanyi. Nyanyian Foxtrott membuat penjaga iba dan melepaskan ketiganya.


Ayah Foxtrott bangga. Sejak itu Foxtrott diperbolehkan bernyanyi dan bermain musik sepuasnya. Foxtrott kini dikenal sebagai penyanyi di kawanan rubah. Tidak hanya itu, Foxtrott bahkan diundang untuk bernyanyi dalam pesta-pesta binatang lainnya.



Foxtrott lantas hidup bahagia dan menikah dengan seekor rubah cantik. Mereka punya banyak anak. Setiap malam satu keluarga bernyanyi dan bermain musik bersama.

Tunggu. Apakah semua? Ternyata tidak. Satu anak Foxtrott punya kebiasaan yang unik, ia tidak suka bernyanyi. Ia pendiam dan suka membaca. Bagaimana kelanjutannya? Tidak ada yang tahu, karena Heine mengakhiri ceritanya sampai di situ.



Begitulah kisah Foxtrott yang dikarang oleh Helme Heine berakhir. Ini buku anak-anak, tercetak di kertas berkualitas baik, hard cover, dan bergambar apik. Helme Heine adalah seorang penulis Jerman. Selain menulis, Heine juga seorang ilustrator dan desainer. Ilustrasi kisah Foxtrott dikerjakan sendiri oleh Heine. 

Sebagai penulis cerita anak, Heine sangat diakui karena memenangi beragam penghargaan bergengsi. Tiga tokoh rekaannya yang paling dikenal adalah tiga sekawan Charlie Rooster (ayam jago), Johnny Mouse (tikus), and Percy (babi) yang tinggal di sebuah daerah bernama Mollywoop. Melalui internet, saya baca Manajemen Kebun Binatang di Hanover, Jerman membangun satu ruang bermain untuk anak yang diberinama Mollywoop dan menghidupkan karakter ketiga binatang tersebut di sana. 

Ini foto Heine bersama ketiga tokoh rekaannya di Kebun Binatang di Hanover, Jerman:

 


Di Indonesia buku terjemahan Heine belum banyak - atau mungkin tidak ada ya, saya baru ketemu sekarang ini soalnya. Buku Foxtrott yang saya baca bersama Putri, anak saya ini diterjemahkan oleh seorang mahasiswi Universitas Negeri Jakarta bernama Veriana Devi. Penerjemahan itu bagian dari proyek kerja sama Goethe Institute dengan mahasiswa yang sedang belajar bahasa Jerman.

Bukan diterbitkan kembali dalam bentuk buku, hasil terjemahan itu dicetak pada secarik kertas yang kemudian ditempelkan dengan pita rekat plastik pada halaman buku. Jadi satu terjemahan dalam satu halaman buku. Memang halaman buku menjadi "kotor" dibuatnya. Tapi, ini cara paling sederhana dan murah untuk mengerti isi buku-buku anak yang bagus-bagus itu di Goethe. Seandainya saja saya mengerti bahasa Jerman..

Kembali ke Foxtrott. Saya kira Heine ingin menyampaikan pesan bahwa menyukai kesenangan yang beda dengan yang lain itu tidak mengapa. Jika itu memang membuat kamu bahagia, kenapa tidak? Asal, tentu saja gunakan kesenangan itu untuk kebaikan.

Eh, tapi saya merasa sepertinya Heine punya pesan juga buat orang tua yang mendampingi anak-anaknya membaca. Coba bayangkan, bagaimana jika punya anak yang tidak mau menuruti kebiasaan dan peraturan yang susah payah kita bangun di rumah? Ia seperti…apa ya, ibarat makhluk asing yang ada di rumah. Tak habis pikir terkadang, kok bisa dari darah-daging saya muncul manusia baru yang punya kebiasaan beda sama sekali dari saya?

Maka, jika saya jadi ibunya Foxtrott, pasti saya larang juga Foxtrott membuat gaduh di rumah. Itu kan sungguh bertentangan nilai-nilai yang diterapkan di rumah yang tenang, sepi, dan nyaman. Tapi, siapa sangka Foxtrott lah yang jadi pahlawan penyelamat saat penjaga bersiap menarik pelatuk senapan.

Foxtrott memenuhi benak saya akhir-akhir ini. Mengingatkan akan satu tulisan yang membahas soal mengapa generasi orang jenius tidak muncul lagi. Tulisan itu berakhir dengan tudingan bahwa orang tua adalah penyebab utama hilangnya generasi jenius yang baru dan tips bagaimana mendampingi anak yang suka berulah "di luar kebiasaan".

Masih menurut tulisan itu, ketidakmampuan para orang tua dalam menerima perilaku anak yang di luar kebiasaan jadi penyebabnya. Anak-anak yang sebenarnya berbeda itu “disamakan” begitu saja dengan yang lain. Akibatnya mereka kehilangan kemampuannya untuk menjadi beda. Dan lahirlah generasi yang seragam. Satu cita-cita tertentu bisa diagungkan dan cita-cita lain dicibir. 

Melalui kisah Foxtrott, Heine seolah mengingatkan bahwa dalam satu keluarga selalu ada yang punya kebiasaan unik. Kita memang tidak pernah tahu untuk apa dan kapan keunikan itu berguna kelak. Saya kira mengajarkan nilai-nilai kebaikan seperti berbagi, menolong sesama, dan berkarya lebih penting ketimbang menahan mereka untuk melakukan sesuatu yang disukai.

Begitulah. Menuliskannya saja sih, gampang, menjalaninya? Semoga saja ibumu ini mampu memahamimu ya, nak :) 

Catatan: Buku ini bisa dibaca di Perpustakaan Goethe Institute, Jakarta.

Wednesday, July 2, 2014

Kabeka Anak Bagian Satu

Untuk pertama kalinya, Klub Buku Kita (Kabeka) mengadakan pertemuan khusus untuk anak-anak. Pertemuan ini digagas oleh para ibu yang merasa khawatir dengan menurunnya minat baca putera-puterinya. Bekerja sama dengan Kabeka, akhirnya Kabeka Anak pun terselenggara. Berikut adalah kilasan pertemuan tersebut sebagaimana dituliskan oleh Fertina sebagai salah satu pemandu acara:

Hari Sabtu 21 Juni 2014 lalu - bertempat di rumah Tante Emil di Kalibata Utara - tante Lisa, Fahmi, dan saya sendiri mendapat tantangan asik di sana. Tepatnya, kami mengadakan “diskusi” kecil dengan adik-adik mengenai buku. Kemudian, sebagai pembuka diskusi kecil tersebut, Tante Lisa mengadakan sedikit ice breaking sebelum memasuki diskusi tersebut.

Jadi, adik-adik yang terdiri dari delapan orang (Kamil, Rifdan, Haikal, Edgar, Rasya, Muhamad, Nafisah, dan Asma) harus menggambarkan apa yang mereka bayangkan ketika melihat tiga kata ini: Hobi, Buku, dan Cita-Cita. Mereka pun tidak menggambar secara individu, melainkan kelompok yang terdiri dari tiga kelompok kecil.

Jadi bisa dibayangkan, bagaimana riweuhnya menggambungkan ide/gagasan menggambar di masing-masing kelompok itu. Dari tiga kelompok, kelompok cowok lah yang paling berisik dan sibuk mengutarakan ide mereka masing-masing. Malah cenderung saling tidak mau kalah keren di kelompok satu dengan kelompok lainnya. Kelompok cewe yang hanya terdiri dari dua orang, tetap diam, tenang, dan tidak banyak keributan.

Lucu, sih, melihat mereka segitu niatnya dalam “proyek” menggambar tersebut, bayangkan aja, mereka sampai ada yang membawa sepatu bolanya untuk dijadikan contoh gambar sepatu bola di kertas gambarnya. Bahkan ada yang mencari lambang klub bola kesukaannya di gawai-nya demi mendapatkan hasil yang maksimal.

Anak-anak asyik menggambar
Supaya, kalian bisa ikut larut dalam aktifitas kami, walaupun, tidak mengikutinya. Saya gambarkan secara garis besar adik-adik ini.

Jadi, kegiatan kami diadakan dalam rangka mengisi waktu libur mereka dengan sesuatu yang berguna. Dan kebanyakan dari mereka sudah jarang yang minat membaca buku (menurut para Ibu). Oleh karena itu ketujuh adik-adik yang merupakan satu sekolah (bahkan ada yang satu klub bola) dikumpulkan di rumah Kamil. Mereka ini adalah adik-adik yang berusia 10-11 tahun yang sedang menjajaki bangku kelas 6 SD.

Kembali ke proyek menggambar mereka, ada kejadian lucu nan unik. Kamil anak dari sang pemilik rumah, membuat kata-kata simbol, contoh: ia mau menuliskan “Hobi main bola di Ipad”, lalu ia tulis menjadi “hobi main (gambar bola) di (gambar Ipad).” Atau Menuliskan “Tergantung bukunya” menjadi “tergantung (gambar buku) nya. Lucu banget mereka.

Katanya gak suka baca?
Setelah menggambar, kami semua membentuk lingkaran untuk meneruskan ke acara selanjutnya. Acara intinya, saling berbagi dengan buku bacaan masing-masing. Sharing dimulai oleh kecerdikan Fahmi yang membawa majalah Bobo dari tahun ke tahun. Walaupun pamor majalah Bobo sudah kalah dengan kemunculan Ipad, Tablet Pc dan Gadget, tapi mereka masih mengenali majalah Bobo.

Fahmi (berkaos merah) dan anak-anak

Majalah Bobo dari masa ke masa itu menjadi daya tarik mereka untuk menganalisis sampul sampai isinya. Mereka akan ketawa sendiri melihat produk-produk zaman dulu dan membandingkannya dengan tampilan produk yang sekarang mereka jumpai. Cukup lama eksplorasi majalah Bobo ini. Selanjutnya, Fahmi menceritakan buku-buku yang ia baca  sesuai fase hidupnya dan diakhiri dengan puppet show dari Fahmi.

Kemudian secara bergantian adik-adik menceritakan isi buku yang mereka bawa dan pengalaman mereka membaca. Sebagian besar mereka mengaku bahkan dengan tegas mengatakan tidak suka membaca, tapi begitu giliran masing-masing, pernyataan tadi jadi luntur.

Ini sangat menarik.

Contohnya Edgar. Sebelum tiba gilirannya berbicara, ia selalu berdeklamasi kalau ia tidak suka membaca! Tapi begitu tiba gilirannya, ia menceritakan sebuah buku yang tebal halamannya dirasa tidak sepadan dengan orang yang mengatakan tidak suka membaca! Dan Edgar berhasil menyelesaikan buku tersebut sampai tuntas!

Kok bisa?

Setelah ditelusuri, Edgar sangat menyukai sepak bola. Ia salah satu dari mereka yang tergabung dalam klub sepak bola di Senayan. Dan buku tebal yang sukses ia baca sampai habis itu menceritakan kisah sukses pelatih U19 alias buku biografi sang pelatih! Bahkan ia bisa menyimpulkan apa yang ia dapat dari buku yang ia baca.

Lain lagi si Kamil. Kamil ini anak yang paling ribut, cerewet, gak bisa diem, tapi hebatnya logikanya jalan. Nah, dia ini juga paling lantang mengeluhkan peraturan Ibunya yang mengharuskan ia membaca buku yang ia belum mengerti. Tapi setiap temannya sedang menceritakan buku yang dibacanya, ia selalu bisa menyahut dengan kisah-kisah buku tersebut.

Contohnya saat saya menceritakan buku Harry Potter. Ia menceritakan kisah hidup J.K Rowling dari buku WHO yang ia baca. Bahkan ia menambahkan pendapatnya yang mengatakan J.K Rowling tega dengan keadaan Ibunya. Hihihi..

Saya (Fertina) dan anak-anak
Begitu juga saat Nafisyah menceritakan kisah petulangan Thea Stilton. Kamil dan Nafisyah malah sibuk mendiskusikan Thea Stilton adalah adik dari Geronimo Stilton yang kisahnya dibaca oleh Kamil. 

Monday, June 9, 2014

Tahun Kedua Klub Buku Kita



Oleh: Lisa Soeranto

Tahun 2014 bulan Mei tanggal 20 adalah hari penting untuk Indonesia dan juga hari terpenting untuk Klub Buku Kita (yang biasa disingkat menjadi KBK; namun  untuk selanjutnya saya minta ijin untuk menulisnya dengan Kabeka, sehingga tak akan dibaca "ke bi ke"). 

Dua tahun yang lalu secara sederhana klub pembaca buku ini dinyatakan ada dan diniatkan untuk dihidupkan dengan cara sederhana dan penuh cinta. Penuh cinta dalam maknanya paling sederhana yaitu didasarkan pada pengertian, toleransi, dan tanpa paksaan. 



Kabeka memahami dan bertoleransi terhadap anggota-anggotanya yang tidak terlalu pembaca namun senang mendengarkan kisah si pembaca buku; dan tak ada paksaan bagi anggota-anggotanya misalnya untuk bisa menuliskan kembali bacaannya dalam bentuk resensi atau sinopsis atau apa pun bentuknya. 



Kabeka hanya mengajak menikmati buku bersama-sama dengan cara yang tidak selalu sama untuk setiap orang.



Membaca adalah kesadaran. Mendapat inspirasi dari sebuah bacaan adalah anugerah. Maka Kabeka tak ingin menutup jalan bagi para pembaca pemula (bukan dalam arti secara usia, melainkan secara kesadaran) untuk mendapatkan inspirasi itu. Dengan demikian datanglah sedikit-demi-sedikit teman-teman baru. Apakah mereka si pembaca sejati atau si pendengar sejati, keduanya sama pentingnya buat kami.



Setahun setelah dilahirkan, Kabeka mendapat hadiah blog dari Tata. Blog ini sedianya akan diisi oleh berbagai tulisan anggota Kabeka (baik resensi atau sekedar curhat). Namun bisa ditebak bahwa hingga tahun kedua ini, blog masih didominasi -dalam makna yang paling afektif- oleh Tata, sang admin yang memang mengalir deras darah kepenulisan.



Menjelang berusia dua tahun, Tata (lagi-lagi beliau; betapa banyak gagasan yang dimilikinya! Salut!) mengusulkan agar Kabeka mendeklarasikan diri sebagai Locavore, pro pangan lokal,  agar semakin nyata identitas  kita sebagai bangsa Indonesia. Usulan ini tidak berlebihan karena sejak pertemuan awal, sajian di Kabeka adalah sajian lokal, tradisional,  dan relatif murah meriah.


Pada hari Minggu tanggal 25 Mei, setelah tertunda-tunda karena kesibukan masing-masing, beberapa  anggota Kabeka pada akhirnya bisa berkumpul untuk syukuran ulang tahun kedua. 


Keakraban saya rasakan semakin nyata. Selain saya sebagai nyonya rumah dan Tata serta putrinya Putri,  ada Bakar Japet, Nuris, dan Fahmi. Fahmi mengajak istri dan putrinya yang masih berumur 4 bulan. Ah senangnya. Jadi terasa hangat dan semakin yakin bahwa Kabeka adalah sebuah keluarga yang menyenangkan.










Tuesday, February 18, 2014

Pertemuan KBK # 9 Februari 2014: Berkunjung ke Perpustakaan Aldo Zirsov


Berfoto bersama Aldo (berbaju biru di baris belakang) di perpustakaan
Pertemuan Klub Buku Kita (KBK) pada Februari berselang tidak lama dari pertemuan di Januari. Rencana untuk mengunjungi perpustakaan Aldo Zirsov sudah dibuat sejak akhir tahun lalu. Saat menjelang Februari, Aldo menyediakan waktu di hari Minggu, 9 Februari. Jadi, demikian lah, pertemuan KBK kali ini hanya berselang 2 minggu dari pertemuan sebelumnya. Yang tercepat sejak KBK ada.
Mungkin karena sebelumnya foto-foto perpustakaan Aldo sudah beredar di grup WhatsApp KBK, jadi banyak yang tertarik ya. Ada 13 orang yang datang. Delapan anggota lama yaitu, Nuris, Fahmi, Furqon, Lis, Lisa, Tata, Ronny, dan Fertina. Sedang empat lainnya anggota baru, yaitu: Rizki, Mundir, dan pasangan suami-isteri, Zaliansyah dan Rini Lucia.
Aldo tinggal di salah satu hometown yang akhir-akhir ini menjamur di wilayah Ciputat, dekat perbatasan Bintaro. Tidak sulit menemukan rumahnya karena sebelumnya Aldo memberikan arahan yang cukup jelas. Sepertinya hanya Nuris yang tersesat, karena kebablasan hingga ke Kandang Jurank, komunitas kreatif milik artis Dik Doank.   
Tapi, baiklah, kami memaklumi. Yang penting semua bisa berkumpul dan mendengar Aldo bercerita. O ya, sebelumnya seperti biasa ada gelaran camilan di meja. Masing-masing pamer potluck yang dibawa dari rumah. Ada ketan, kacang goreng, krupuk, getuk singkong, arem-arem, combro, dan dua macam buah: semangka dan papaya Calina. 


Potluck tradisional (kiri) dan bakso sajian Aldo (kanan)
Kacang Goreng Gentong spesial
 dari Nuris
Potongan pepaya Calina dan semangka
Pepaya Calina

Keberadaan buah jarang ada di pertemuan. Kali ini, Lisa bawa pepaya Calina – orang biasa menyebutnya sebagai papaya Kalifornia, dipercaya berasal dari Kalifornia. Belum banyak yang tahu bahwa papaya Calina adalah tanaman asli Indonesia.
Adalah almarhum Professor Sriani Sujiprihati, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) dan ahli genetika dan pemuliaan tanaman yang menemukan varietas pepaya Calina atau IPB-9. Selain Calina, ia juga menemukan varietas pepaya lain yang diberinama Carisya atau IPB-3. Yang terakhir ini di pasar dikenal sebagai pepaya Hawaii atau papaya Havana.
Para pedagang buah menganggap penamaan baru pada jenis-jenis buah dengan nama-nama negara lain lebih menaik minat pembeli. Padahal menurut etika, ini tidak boleh dilakukan. Pedagang tahu, konsumen Indonesia masih menganggap apa-apa yang berasal dari luar negeri adalah yang terbaik dibandingkan buatan lokal, jadi mereka memanfaatkan ‘kebodohan’ itu.
Semasa hidupnya, Prof. Sriani bekerja sebagai Kepala Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Pusat Kajian Buah Tropika IPB. Ia dikenal sebagai profesor pepaya dan cabai karena penemuannya yang luar biasa pada dua  jenis tanaman itu. 

Untuk cabai, Prof. Sriani telah menemukan empat hibrida cabai unggul yait IPB CH1, CH2, CH3, dan CH4 yang punya keunggulan adaptif, produktivitas tinggi, tahan penyakit, benih murah dan kadar capsaicin tinggi. Capsaicin adalah senyawa kimia pada cabai yang menimbulkan rasa pedas. Semakin tinggi kadar capsaicin, semakin tinggi pula nilai ekonomis cabai di pasar.  


Alm. Prof. Sriani
Pepaya Calina adalah hasil penelitian Prof. Sriani selama tujuh tahun. Varietas baru itu lekas diminati petani buah karena pembudidayaannya yang mudah, cepat panen (umur 8 bulan sudah mulai panen), dan dalam satu pohon mampu menghasilkan hingga 40 buah meski tinggi batang belum mencapai satu meter. Pedagang pun senang menjual Calina, rasanya yang lebih manis dibanding pepaya lainnya membuatnya diminati konsumen.
Untuk pepaya Carisya, bentuknya lebih kecil, panjangnya sekita 16-18 cm, diameter 7-8 cm, dan bobot buah sekitar setengah kilogram saja. Daging buah Carisya jingga kemerahan dan rasanya tak kalah manis.
Begitulah kisah ringkas pepaya Calina dan Carisya, semoga menjadikan kita paham bahwa penamaan buah-buah itu hanya tipuan pedagang saja. Barangkali mulai sekarang kita bisa ikut memasyarakatkan bahwa namanya adalah pepaya Calina (baca: Kalina) bukannya Kalifornia, dan pepaya Carisya (baca: Karisya), bukannya Hawaii atau Havana.
Sekarang kita kembali dulu ke rumah Aldo dan menyimak ceritanya tentang dirinya dan kecintaannya pada buku.
Aldo dan Buku

Aldo kecil tumbuh dalam didikan keluarga yang mencintai buku di Padang, Sumatera Barat. Ayah dan ibunya secara berkala membelikan buku dan berlangganan majalah bagi Aldo dan kakak-kakaknya sesuai umur masing-masing. Pokoknya setiap anak dapat jatah, begitu cerita Aldo. “Jatah” yang dimaksud juga termasuk jatah untuk ikut kursus. Masing-masing anak dalam keluarga Aldo wajib mengantongi ijasah dari lembaga kursus.


Mendengar cerita Aldo
Nah, mulailah perilaku Aldo yang berbeda terlihat. Jika kesenangan baca buku dan majalah masih sama dengan saudara kandung lain, lain halnya dengan kursus. “Saya hanya minta mentahnya saja, saya pakai buat beli buku. Saya yakin bisa belajar sendiri semua ketrampilan secara otodidak,” ujarnya mantap. Aldo mengaku bisa mengoperasikan komputer tanpa harus kursus sebagaimana anak muda di jamannya kala itu.
Dengan “jatah kursus” yang didapat, Aldo kini melampiaskan keinginannya untuk bertualang. “Niat saya adalah mengunjungi tempat-tempat yang pernah saya baca di buku. Saya naik apa saja, dari bis hingga numpang truk, asal bisa sampai”, ceritanya seru.
Perkenalan dengan pasar buku di Kwitang, di kawasan Senin Jakarta Pusat bermula saat Aldo kecil masih duduk di bangku SMP. Aldo mengagumi semua buku yang bertumpuk dan digelar. Berjam-jam ia nongkrong di sana hingga puas. Pada 1998, saat Aldo benar-benar tinggal di Jakarta, Kwitang adalah tempat yang sering ia kunjungi.
Mulailah Aldo menjalin pertemanan dengan para pedagang buku. Tidak hanya di Kwitang, tapi juga di beberapa tempat penjualan buku bekas, di Blok M, Kuningan, Jatinegara, TMII, juga kawasan UI, Depok. Beberapa pedagang memanfaatkan kepintarannya untuk tahu isi buku yang dijual, selanjutnya pedagang meneruskannya ke calon pembeli. “Itu jadi bahan buat dia ngecap,” kata Aldo tergelak mengingat masa-masa itu. 

Aldo menikmati pertemanan itu, jika sedang ada uang, ia tak segan mentraktir makan siang para pedagang. Hingga kini, sosok Aldo tidak asing lagi bagi para pedagang buku bekas di Jakarta dan sekitarnya.
Apa manfaat dari pertemanan itu? Yang utama, kata Aldo, ia bisa beli buku dengan harga murah. Selain itu, ia juga bisa dapat buku-buku langka yang sulit dicari.

Manfaat lain adalah Aldo kini punya trik-trik membeli buku bekas, di antaranya, jika ke lapak buku bekas jangan terlalu memperlihatkan keinginan pada buku tertentu. "Kalau pedagang tahu, bakal dimahalin, jadi tenang-tenang aja, bersikap biasa atau pura-pura tidak terlalu butuh," pesan Aldo. 

Trik lainnya adalah beli buku saat akhir bulan, jangan di awal bulan. Menurut Aldo, "Pedagang akan memanfaatkan momen itu karena anggapan umum awal bulan orang habis terima gaji. Jika beli saat akhir bulan bisa ngeles, bilang lagi nggak ada uang. Atau bahkan jika sudah kenal baik bisa berhutang dulu" 

Saat Aldo kuliah di Colorado, Amerika Serikat. Kegemarannya mengoleksi buku tak juga surut. Ia puaskan berburu buku-buku yang sulit dicari di Indonesia. Sayang, saat mengirim buku ke Indonesia ada satu kontainer yang hilang. Beberapa waktu kemudian Aldo menerima banyak surat elektronik dari orang-orang yang menemukan buku-buku Aldo.
Entah bagaimana buku-buku Aldo kini tersebar ke banyak lapak penjual buku bekas. Pada setiap buku, Aldo memberi stempel nama dan alamat surat elektronik. Nama Aldo Zirsov yang unik dan mirip orang Rusia membuat orang ingin tahu, mereka mengirimkan surat elektronik sekedar menyampaikan pesan bahwa buku Aldo sekarang ada pada dirinya.  
Koleksi buku Aldo kini mencapai puluhan ribu judul. Semua tersimpan rapi di rumahnya. Soal tempat ini jadi isu tersendiri dalam kehidupan Aldo. Sejak kost di Jakarta ia harus mencari tempat yang luas. “Setidaknya punya dua atau tiga kamar, untuk buku dan satu untuk saya tidur,” ujarnya.
Kedekatan dengan buku membuat ia juga berhati-hati memilih calon pendamping. “Harus yang suka baca buku, jika tidak lebih baik putus saja. Buku sudah menjadi bagian hidup saya,” ujar Aldo yang mendapatkan jodoh dari komunitas GoodReads Indonesia ini. Sayang, sang isteri sedang tugas ke Malaysia saat KBK berkunjung ke rumahnya.
Rumah Aldo berlantai dua. Perpustakaan nyaris memenuhi lantai dua. Meski Aldo punya aturan lantai satu bebas buku, tapi niat itu tak terpenuhi, “Sulit juga ternyata..,” ujarnya sambil menunjuk beberapa tumpukan buku di beberapa sudut di ruang tempat kami bertemu di lantai satu.
Usai berbincang, Aldo mengajak kami mengunjungi perpustakaannya. Anggota KBK berdecak kagum. Beberapa buru-buru mengabadikan ruang-ruang buku dengan kamera ataupun telepon genggam. Tak jarang mereka bergaya seolah jadi pemilik buku.




Aldo tidak sembarangan menyusun buku. “Saya bikin pemetaan pribadi tentang perpustakaan ini. Jadi saya tahu pasti dimana hendak mencari jika memerlukannya,” ujarnya sambil menunjuk deretan buku yang tersusun rapi.
Puas melihat-lihat perpustakaan dan berfoto kami menikmati sajian yang ada sambil berbincang ringan. Aldo berbaik hati memasak bakso bagi kami semua.

Terima kasih dan Doorprize

Sebagai ucapan terima kasih, KBK memberikan kenangan tanaman hias bagi Aldo dan isterinya. Sayang, momen serah terima tidak sempat terfoto.
Doorprize kali ini disumbang oleh Aldo. Ada enam buku yang diperebutkan. Yang mengherankan empat anggota baru semua beruntung mendapatkan doorprize. Dua lainnya direbut Furqon dan Fertina. 


doorprize ceremony
Sebelum pulang, Aldo berpesan agar kita mulai mengoleksi buku-buku seturut asal daerah masing-masing. Aldo misalnya sudah menunjukkannya dengan mengoleksi buku-buku tentang daerah Padang. “Bisa tentang apa saja lho, masakannya, cerita rakyatnya, tempat wisata, politik, atau latar belakang, apapun pokoknya mengenai daerah itu,” ujarnya.
Rupanya Aldo berencana membuat satu jaringan perpustakaan tentang berbagai daerah di Indonesia. Jika ada yang ingin tahu tentang Semarang, misalnya, bisa langsung mencari si A. Jika ingin mencari tahu tentang Jogyakarta bisa mencari ke B. Begitu seterusnya. Menurut Aldo, inilah salah satu upaya kita untuk mencintai daerah masing-masing. Untuk mencintai Indonesia. 

Terima kasih Aldo untuk pesan dan tip membeli buku bekas serta kerelaannya menerima KBK. Terima kasih untuk keikutsertaan anggota KBK dalam pertemuan kali ini. Sampai bertemu di pertemuan bulan depan!